Dalam gerak pertumbuhan ekonomi, eksistensi suatu terminal bus menempati posisi penting sebagai bagian dari konsep transportasi, khususnya transportasi darat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi tersebut, maka jumlah angkutan yang dibutuhkan juga akan semakin meningkat.
Di Kabupaten Tuban, terdapat beberapa terminal. Yakni terminal Lama, terminal Baru, dan Terminal Pariwisata. Terminal baru yang terletak di Desa Sugihwaras, Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban dibangun karena terminal lama yang terletak disudut Jl. R.E. Martadinata dan Jl. Teuku Umar fungsinya sudah kurang memadai. Baik dari segi fasilitas operasional, fungsional maupun penunjang yang ada kurang dapat mengantisipasi perkembangan intensitas bus-bus dan kendaraan umum yang ada. Terminal baru ini berada di sepanjang pesisir pantai Utara Jawa (Pantura) yang menggunakan konsep Wisata. Dari data yang diperoleh dari Dinas Perhubungan Kabupaten Tuban tahun 1995-2004 , peningkatan jumlah angkutan Bus AKAP sebesar 6,8%. Bus AKDP sebesar 7,05%, angkutan kota sebesar 10,11%, sedangkan untuk angkutan pedesaan sebesar 9,62%. Dari data terlihat bahwa jumlah angkutan yang ada semakin meningkat yang membutuhkan pelayanan sarana yang baik. Itulah yang mendasari BAPPEDA Kabupaten Tuban menginvestasikan dana, berinisiatif untuk membangun terminal baru guna menyeimbangi jumlah angkutan yang semakin meningkat.
Berdasarkan Juknis LLAJ 1995, Sebuah terminal dikatakan berfungsi dengan baik sebagai mestinya jika dapat ditinjau dari 3 unsur, diantaranya:
1) Fungsi terminal bagi penumpang
2) Fungsi terminal bagi pemerintah
3) Fungsi terminal bagi operator/pengusaha
Terminal menguntungkan bagi penumpang, bagi pemerintah, maupun bagi operator/pengusaha.
Sebagai terminal berkonsep wisata, ternyata terminal baru di Tuban ini dirasa belum memenuhi fungsinya seperti yang dijelaskan dalam juknis LLAJ 1995. Hal ini bisa dilihat bahwa selama ini sektor ini belum bisa memberikan PAD sesuai dengan harapan. Para awak Bus antar propinsi maupun antar kota dalam propinsi enggan masuk ke dalam terminal. Begitu juga angkutan kota di Tuban tidak ada yang sampai pada terminal megah itu. Akibatnya retribusi yang ditargetkan jauh dari harapan, karena sangat jarang penumpang yang masuk ke Lokasi Terminal itu.
Banyak pihak yang menyatakan pembangunan terminal wisata seluas 106.764 m2 dan menguras APBD 2004 sebesar Rp 39,1 miliar itu merupakan proyek yang sia-sia.
Selain itu, kalangan parlemen Tuban sejak usulan eksekutif itu disampaikan ke DPRD sudah mendapat pertentangan. Namun, pada akhirnya pembangunan marcusuar itu tetap jalan dan pada kenyataannya pembangunan itu kurang bermanfaat.
Menurut kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Tuban, Faraid, sampai saat ini target PAD yang dibebankan dari sektor Terminal Wisata Tuban (TWT) belum mampu dipenuhi. Dari target Rp 158 juta pada 2009, hanya terpenuhi Rp 130 juta. Tahun ini target diturunkan menjadi Rp 140 juta. Tapi Effendi tetep kurang yakin bisa memenuhinya. “Awak bus mau masuk terminal itu dengan kita ‘paksa’,” Tandas Faraid. (kotatuban.com)
Melihat permasalahan diatas, biar tidak lebih mubadzir lagi, menurut saya perlu diadakan penataan ulang lagi oleh Pemerintah Kabupaten Tuban agar dapat memenuhi target PAD yang dapat memperbesar jumlah dana anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Karena selama ini TWT kurang berfungsi, malah terbalik dari konsep awal, yang seharusnya terminal sebagai pendukung wisata, tapi yang ini malah wisata lah yang menjadi pendukung keberadaan terminal. Yang di sana banyak dijumpai orang-orang yang sedang mancing, dan menikmati indahya matahari di pagi dan sore hari. Di situ juga sering dijumpai muda-mudi yang asyik pacaran karena tempatya yang strategis dengan kota tuban.
Pemerintah perlu melakukan strategi dalam pembiayaan pembangunan dalam penataan ulang TWT. Strategi tersebut dapat berupa strategi pembiayaan konvensional maupun secara non-konvensional.
Strategi pembiayaan secara konvensional diperoleh berdasarkan sumber-sumber penerimaan konvensional, diantaranya pendapatan daerah yang dikelola melalui anggaran pemerintah (APBD/APBN) misalnya pendapatan daerah seperti hasil pajak, retribusi, dan lain sebagainya. Sedangkan strategi pembiayaan secara non-konvensional diperoleh kerjasama dengan pihak swasta.
Dari sumber-sumber pembiayaan diatas dapat dilakukan pengalokasian khusus guna pembiayaan pembangunan penataan ulang TWT agar fungsinya sesuai dengan yang diharapkan, sesui dengan target.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar